Halaman

Kamis, Maret 29, 2007

Pemda Dikasih Waktu Tiga Tahun Sesuaikan Perda Setelah RUU Tata Ruang Berlaku

Minggu, 25 Maret 2007 15:22:00

Jakarta-RoL-- Pemerintah daerah akan diberi kesempatan selama tiga tahun untuk menyesuaikan peraturan daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) selama tiga tahun setelah RUU Tata Ruang berlaku yang rencananya akan disahkan Pansus Tata Ruang DPR-RI pada tanggal 27 Maret 2007.

"Kita menyadari apabila UU Tata Ruang diberlakukan akan banyak Pemda yang menjadi korban, sehingga untuk itu mereka diberi kesempatan untuk menyesuaikan diri," kata Ketua Pansus RUU Tata Ruang DPR-RI, Rahman Syagaf di Jakarta, Ahad.

Rahman Syagaf didamping Dirjen Penataan Ruang Hermanto Dardak dan Anggota Pansus lainnya Herry Ahmadi memberikan keterangan pers sebelum acara dialog mengenai UU Tata Ruang di ANTV yang akan ditayangkan Ahad pukul 16.30 WIB.

Lebih jauh Herry mengatakan, saat ini banyak pelanggaran tata ruang di daerah misalnya mengenai ruang terbuka hijau yang ditetapkan 20 persen, sementara DKI Jakarta sendiri tercatat baru 13 persen, bahkan mungkin kurang.

Menurutnya, untuk membenahi menjadi 20 persen lagi dibutuhkan anggaran Rp120 triliun sehingga tidak mungkin apabila setelah UU berlaku langsung dipaksakan minimal tiga tahun bagi mereka untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian.

Termasuk dalam hal ini bangunan-bangunan yang terbukti melanggar tata ruang sebagai contoh berdiri di garis pantai yang sebenarnya merupakan ruang terbuka publik.Nanti dari sana akan dilihat siapa yang melanggar, apabila ternyata pemberi izin (pemerintah) maka biaya pembongkaran harus dibebankan kepada pemerintah daerah bersangkutan, jelas Herry.

Berbeda dengan UU Tata Ruang sebelumnya Pansus pada akhirnya sepakat untuk mengenakan sanksi denda dan pidana. Sanksi denda diberikan mulai dari Rp500 juta sampai dengan Rp15 miliar apabila akibat dari pelanggaran tersebut mengakibatkan jatuh korban jiwa.

Terkait hal itu dalam RUU Tata Ruang tersebut dimasukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk menindaklanjuti kasus-kasus pidana dari pelanggaran tata ruang termasuk laporan dari masyarakat, ungkapnya.

PPNS yang dilatih Kepolisian ini nantinya akan ditempatkan dibawah Departemen maupun Kementerian yang mengatur soal Tata Ruang, serta keberadaannya akan ditempatkan sampai kepada Dinas di daerah.

Mengingat saat ini pengaturan tata ruang berada di bawah Departemen PU maka kewenangan pembentukan PPNS nantinya akan dibawah Menteri PU. Tugas dari PPNS ini untuk melaporkan kasus pelanggaran tata ruang kepada Kepolisian serta menindaklanjuuti sampai pengadilan.

Menurut Rahman, pembentukan PPNS ini dirasakan perlu karena selama ini kasus-kasus pelanggaran tata ruang tidak pernah ada yang sampai ke pengadilan, akibatnya banyak sekali terjadi pelanggaran yang terjadi di daerah-daerah.

Terkait pembentukan PPNS tersebut dalam UU juga diatur soal kelembagaan yang dinamakan Dewan Pemantau Tata Ruang Nasional (DPTRN) mengantikan keberadaan Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN) yang selama ini dianggap tidak efektif.

Sementara itu menurut Hermanto Dardak, RUU Tata Ruang juga tidak bersifat statis dalam arti terlalu membatasi dinamika pembangunan sehingga dalam penjabaran melalui RTRW dapat disesuaikan dalam waktu lima tahun sekali.

"Kita menyadari perkembangan masyarakat dan teknologi, sehingga dalam lima tahun sekali akan ada evaluasi terhadap dinamika dimasyarakat untuk dituangkan dalam PP RTRW untukk kemudian dijabarkan melalui Perda," ujarnya.

Dia juga menyadari apabila perkembangan pembangunan saat ini cenderung seperti martabak melebar ke segala arah tidak terkendali ke depan dengan adanya RUU Tata Ruang pemerintah akan tegas menyangkut zonasi.

Menurut dia ada zona-zona khusus yang tidak bisa dibangun, sehingga nantinya setiap perizinan harus melihat peruntukan dari zona tersebut, kalau tidak sesuai tidak boleh diberikan izinnya. antara/mim



Tidak ada komentar: