Senin,28 Mei 2007 15:24
Dua puluh tahun bergaul dengan alga, tiap kali menyentuh tumbuhan
itu, tangannya menjadi licin, seolah dilumasi minyak. Soemarno yakin
betul, alga pasti menyimpan kadar minyak yang tinggi.
Mei 2006, pemerintah mengeluarkan keputusan bahwa tumbuhan jarak
pagar dan kelapa sawit dimasukan ke program nasional pengembangan
biodiesel. Soemarno, 60 tahun pemilik perusahaan pupuk CV Indmira di
Pakem, Sleman, tiba-tiba teringat pada kandungan minyak dalam alga
(lumut) yang menurutnya bisa menambang solar dari alga. Sama dengan
halnya para ilmuwan di Australia yang tergabung dalam South
Australia's Research and Development Institute (SARDI) yang menyimpan
cita-cita serupa. Menurut temuan awal mereka, potensi tanaman ini
menjadi sumber biodiesel sangat besar.
Sebuah proyeksi oleh ahli alga di oilgae.com menyebutkan, setiap
hektar alga mampu mengalirkan 40.000-120.000 liter biodiesel per
tahun, 20-80 kali lipat yang dihasilkan tumbuhan jarak pagar. "Dalam
tiga tahun ke depan kami berharap sudah bisa membuat proyek
produksi," kata Kevin Wil Hams, juru bicara SARDI. Lembaga itu pernah
mengalokasikan US$ 1 juta untuk penelitian ini. Tentu saja modal
Soemarno jauh lebih kecil dari SARDI, ia hanya menyisihkan 100 m2
dari 100.000 m2 lahan untuk bertanah alga. Dalam dua bedeng beralas
terpal, ia membudidayakan alga hijau jenis Microsystis sp.,
Scenedesmus sp., Tetraselmis cui, Spirulina sp., dan Chlorella sp.
November 2006, Soemarno menemukan cara menyuling minyak yang
dikandung alga, ia mencampurkan senyawa dengan keasaman tinggi,
seperti asam klorida ke alga, dilanjutkan dengan proses pemisahan
minyak. Hasilnya? Minyak biodiesel 10%, air 10% dan 80% limbah yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk. Hebatnya lagi biodiesel
buatan Soemarno ini serupa dengan biosolar yang dijual
dipasaran. "Saat kami dekatkan dengan api, minyak dari alga ini
terbakar," katanya. Saat dipakai di mobil melaju dengan
lancar. "Minyak alga bisa langsung dipakai," ujar Fahmi Rosyadi mitra
kerja Soemarno.
Setiap meter persegi menghasilkan 3 kg alga yang dapat dipanen 10
hari sekali. Jadi dari 100 m2 lahan, ia dapat memanen 30 kg alga
berarti 3 kg akan menjadi biodiesel. Artinya, 1 hektar dapat
dihasilkan 10.800 kg biodiesel per tahun. Dan angka itu jauh dari
targetnya : 40 ribu liter per hektar. Memang banyak yang harus
disempurnakan. Misalnya, tumbuh mengambang di atas permukaan air,
alga itu langsung rusak bila terpecik air hujan. Dan kini Soemarno
sedang berburu alga yang lebih tahan terhadap perubahan lingkungan.
SARDI tengah memprioritaskan penemuan alga unggul. "Kami memilih alga
dari alam, lalu membawanya ke laboratorium untuk menghitung angka
pertumbuhan serta produksi minyaknya" ucap Williams. Mestinya
Indonesia diuntungkan dalam perburuan alga unggul ini. Kita memiliki
sekitar 5.000 jenis alga. Beberapa diantaranya mungkin dapat
menghasilkan banyak biodiesel. Tatang Hernas Soerawidjaja, Ketua
Forum Biodiesel Indonesia yang juga menjabat Ketua Pusat Penelitian
Pendayagunaan Sum¬ber Daya Alam dan Pelestarian Ling¬kungan ITB,
mengatakan, soal lain yang tak kalah penting adalah menemukan teknik
budi daya terbaik untuk menanam alga secara massal dan berkelanjutan.
Metode sirkuit merupakan metode unik dimana tekniknya adalah alga
ditanam di kolam memanjang mirip sirkuit balap. Di garis start, benih
alga ditaburkan. Semakin dewasa, tumbuhan itu digeser ke arah garis
finish. Pergeseran diatur agar saat menyentuh garis finish, alga
telah siap panen. Ia memperkirakan, kejayaan tumbuhan ini dalam
industri perminyakan bakal terwujud sebelum tahun 2025. Tahun ini
telah ditetapkan sebagai Tahun Energi Terbarukan Masrizal, Asisten
Deputi Urusan Sistem Jaringan Ilmu Pengetahuan Kantor Kementerian
Negara Riset dan Teknologi. "Memang, potensi alga sangat besar," ujar
Masrizal. Ia mengatakan, jarak dan sawit terpilih sebagai tanaman
untuk program nasional biodiesel karena penelitian kedua tanaman itu
sudah lebih maju. Padahal keduanya ini bukan tanpa kelemahan.
Misalnya, minyak dari jarak pagar baru bisa dipanen setelah tahun
kelima. Silakan membandingkan dengan alga, yang bisa dipanen 10 hari
sekali! (sumber: Tatang Hernas Soerawidjaja, Ketua Forum Biodiesel
Indonesia.red- PT Kreatif Energi Indonesia/ Tempo-humasristek)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar