oleh Gede Prama
Entah apa dan di mana menariknya, Bank Indonesia amat senang mengundang saya untuk menyampaikan presentasi dengan judul Dealing With Difficult People. Yang jelas, ada ratusan staf bank sentral ini yang demikian tertarik dan tekunnya mendengar ocehan saya. Motifnya, apa lagi kalau bukan dengan niat untuk sesegera mungkin jauh dan bebas dari manusia-manusia sulit seperti keras kepala, suka menghina, menang sendiri, tidak mau kerja sama dll.
Di awal presentasi, hampir semua orang bernafsu sekali untuk membuat
manusia sulit jadi baik. Dalam satu hal jelas, mereka yang datang
menemui saya menganggap dirinya bukan manusia sulit, dan orang lain di
luar sana sebagian adalah manusia sulit.
Namun, begitu mereka saya minta berdiskusi di antara mereka sendiri
untuk memecahkan persoalan kontroversial, tidak sedikit yang memamerkan
perilaku-perilaku manusia sulit. Bila saya tunjukkan perilaku mereka;
seperti keras kepala, menang sendiri, dll dan kemudian saya tanya apakah
itu termasuk perilaku manusia sulit, sebagian dari mereka hanya
tersenyum kecut.
Bertolak dari sinilah, maka sering saya menganjurkan untuk membersihkan
kaca mata terlebih dahulu, sebelum melihat orang lain. Dalam banyak
kasus, karena kita tidak sadar dengan kotornya kaca mata maka orangpun
kelihatan kotor. Dengan kata lain, sebelum menyebut orang lain sulit,
yakinlah kalau bukan Anda sendiri yang sulit. Karena Anda amat keras
kepala, maka orang berbeda pendapat sedikitpun jadi sulit. Karena Anda
amat mudah tersinggung, maka orang yang tersenyum sedikit saja sudah
membuat Anda jadi kesal.
Nah, pembicaraan mengenai manusia sulit hanya boleh dibicarakan dalam
keadaan kaca mata bersih dan bening. Setelah itu, saya ingin mengajak
Anda masuk ke dalam sebuah pemahaman tentang manusia sulit. Dengan
meyakini bahwa setiap orang yang kita temui dalam hidup adalah guru
kehidupan, maka guru terbaik kita sebenarnya adalah manusia-manusia
super sulit. Terutama karena beberapa alasan.
Pertama, manusia super sulit sedang mengajari kita dengan menunjukkan
betapa menjengkelkannya mereka. Bayangkan, ketika orang-orang ramai
menyatukan pendapat, ia mau menang sendiri. Tatkala orang belajar
melihat dari segi positif, ia malah mencaci dan menghina orang lain.
Semakin sering kita bertemu orang-orang seperti ini, sebenarnya kita
sedang semakin diingatkan untuk tidak berperilaku sejelek dan sebrengsek
itu. Saya berterimakasih sekali ke puteri Ibu kost saya yang amat kasar
dan suka menghina dulu. Sebab, dari sana saya pernah berjanji untuk
tidak mengizinkan putera-puteri saya sekasar dia kelak. Sekarang,
bayangan tentang anak kecil yang kasar dan suka menghina, menjadi
inspirasi yang amat membantu pendidikan anak-anak di rumah. Sebab, saya
pernah merasakan sendiri betapa sakit hati dan tidak enaknya dihina anak
kecil.
Kedua, manusia super sulit adalah sparring partner dalam membuat kita
jadi orang sabar. Sebagaimana sering saya ceritakan, badan dan jiwa ini
seperti karet. Pertama ditarik melawan, namun begitu sering ditarik maka
ia akan longgar juga. Dengan demikian, semakin sering kita dibuat panas
kepala, mengurut-urut dada, atau menarik nafas panjang oleh manusia
super sulit, itu berarti kita sedang menarik karet ini (baca : tubuh dan
jiwa ini) menjadi lebih longgar (sabar). Saya pernah mengajar sekumpulan
anak-anak muda yang tidak saja amat pintar, namun juga amat rajin
mengkritik. Setiap di depan kelas saya diuji, dimaki bahkan kadang
dihujat. Awalnya memang membuat tubuh ini susah tidur. Tetapi lama
kelamaan, tubuh ini jadi kebal. Seorang anggota keluarga yang mengenal
latar belakang masa kecil saya, pernah heran dengan cara saya menangani
hujatan-hujatan orang lain. Dan gurunya ya itu tadi, manusia-manusia
pintar tukang hujat di atas.
Ketiga, manusia super sulit sering mendidik kita jadi pemimpin jempolan.
Semakin sering dan semakin banyak kita memimpin dan dipimpin manusia
sulit, ia akan menjadi Universitas Kesulitan yang mengagumkan daya
kontribusinya. Saya tidak mengecilkan peran sekolah bisnis, tetapi
pengalaman memimpin dan dipimpin oleh manusia sulit, sudah terbukti
membuat banyak sekali orang menjadi pemimpin jempolan. Reka n saya
menjadi jauh lebih asertif setelah dipimpin lama oleh purnawirawan
jendral yang amat keras dan diktator.
Keempat, disadari maupun tidak manusia sulit sedang memproduksi kita
menjadi orang dewasa. Lihat saja, erhadapan dengan tukang hina tentu
saja kita memaksa diri untuk tidak menghina balik. Bertemu dengan orang
yang berhobi menjelekkan orang lain tentu membuat kita berefleksi,
betapa tidak enaknya dihina orang lain.
Kelima, dengan sedikit rasa dendam yang positif manusia super sulit
sebenarnya sedang membuat kita jadi hebat. Di masa kecil, saya termasuk
orang yang dibesarkan oleh penghina-penghina saya. Sebab, hinaan mereka
membuat saya lari kencang dalam belajar dan berusaha. Dan kemudian,
kalau ada kesempatan saya bantu orang-orang yang menghina tadi. Dan
betapa besar dan hebatnya diri ini rasanya, kalau berhasil membantu
orang yang tadinya menghina kita.
Terakhir dan yang paling penting, manusia super sulit sebenarnya
menunjukkan jalan ke surga, serta mendoakan kita masuk surga. Pasalnya,
kalau kita berhasil membalas hinaan dengan senyuman, batu dengan bunga,
bau busuk dengan bau harum, bukankah kemungkinan masuk surga menjadi
lebih tinggi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar